KESANTUNAN BERBAHASA PADA MEDIA SOSIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Pengembangan bahasa Indonesia bertujuan agar bahasa Indonesia berkembang menjadi bahasa yang satu, baku, modern, dan cendekia. Pemodernan bahasa dapat diartikan sebagai pemutakhiran bahasa sehingga dia benar-benar memiliki fungsi termasa. Bahasa yang demikianlah yang mampu memenuhi tuntutan kehidupan modern. Tujuan pengembangan agar bahasa Indonesia menjadi bahasa yang cendekia menitikberatkan ketepatgunaan bahasa Indonesia dalam mencerminkan logika penuturnya. Dalam pemutakhiran bahasa di era industri 4.0 tentu saja harus memerhatikan kesantunan dalam berbahasa. Bahasa santun merupakan karakter yang melekat pada diri seseorang, dan ini akan menjadi ciri khas bangsa secara menasional. Kesantunan tidak hanya diterapkan dalam tuturan namun dalam tulisan di media sosial kita pun harus utamakan, karena tulisan di media sosial menjadi ciri kepribadian si penutur. Tentunya tuturan baik akan berdampak positif dan memberi banyak peluang pekerjaan baik secara kedinasan maupun kewirausahaan di era industri 4.0.
Gambar 1 : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.jagoanhosting.com%2Fblog%2Fera-revolusi-industri-4-0%2F&psig=AOvVaw0aV_APmmwNgJs7ityLcN2Y&ust=1624027431718000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCJix9ZKwoPECFQAAAAAdAAAAABAD
Kesantunan (politeness) dalam berkomunikasi adalah hal-hal yang berkaitan
dengan pemilihan dan penggunaan bentuk kebahasaan dan cara berbahasa tertentu
yang dianggap dan disepakati sebagai bentuk dan cara yang sopan oleh suatu
masyarakat tutur. Bentuk dan cara berbahasa yang dianggap santun tersebut antara
norma budaya bangsa yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Kesantunan dan kesopanan mempunyai makna yang sedikit berbeda.
Tuturan yang benar berkaitan dengan masalah isi tuturan, kalau tuturan yang
santun berkaitan dengan bahasa yang dipergunakan, sedangkan tuturan yang
sopan berkaitan dengan topik tuturan, konteks situasi pertuturan, dan jarak
hubungan sosial antara penutur dan petutur (Chaer, 2010: 73)
Dalam komunikasi tiga pihak dilibatkan, yaitu penutur (O1), lawan tutur
(O2), dan pihak di luar garis dua arah tuturan (O3). Promonina berfungsi
menggantikan nomina yang dimaksud dalam tuturan. Prononima O1, antara lain
saya, kami, pengganti O2, antara lain kamu, Anda, kalian, pengganti O3 adalah
dia, ia, mereka. Pronomina tersebut tidak hanya berwujud kata ganti, tetapi dapat
berwujud nama diri, nama panggilan, nama kedudukan, nama gelar, dan
sebagainya.
Varian Anda sering dipakai di media televisi, baik untuk orang yang
sejajar antara O1 dan O2 atau pun tidak. Hal ini terlihat pada waktu presenter
menanyakan pada para pejabat tinggi, misalnya pada waktu Andi Noya bertanya
kepada Bapak Yusuf kalla, Bapak Sri Sultan Hamengkubuana X yang selalu
memakai kata Anda. kata Anda penggunaannya lebih rendah dibandingkan
dengan kata bapak atau ibu. Pemirsa yang terbiasa dengan bahasa daerahnya
yang mempunyai undha usuk, misalnya bahasa Jawa akan menganggap kurang
santun. Hal ini karena bahasa Jawa dalam sopan santun dinyatakan dengan tingkat
tutur, seperti ngoko, krama madya, dan krama inggil. Dalam bahasa yang tidak
mengenal tingkat tutur kesantunan dinyatakan secara leksikal atau gramatikal
sesuai dengan kaidah sosial, budaya, dan situasional pemakainya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0CUOHjHhWaHTSRYNFmMcQ__7tBq4_-eaW40gaYgqKfQ8yKs8TJr-2vEvjw1-oMtlnNAb10dCNotuC9vBO0tC7iVjr92_IIhF4Y_iJUSGZi4wj95Q0Dw841NLU-ULQDgMGuboFOCCxhUE/w244-h180/2+org.jpg)
Gambar 2 : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fbkpsdm.bulelengkab.go.id%2Finformasi%2Fdetail%2Fartikel%2Fmemanfaatkan-kedahsyatan-komunikasi-interpersonal-dalam-proses-pembelajaran-28&psig=AOvVaw0p_YZ_fD9Bs1hO8RegkfOb&ust=1624027514616000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCPDY-bywoPECFQAAAAAdAAAAABAD,
Gambar 3 : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.softskill.asia%2Fkomunikasi%2Fapa-itu-komunikasi-mendengar%2F&psig=AOvVaw27f5fMjjkiWwSkun3rHBLn&ust=1624027584333000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCJitwtuwoPECFQAAAAAdAAAAABAD
Wujud kekerasan simbolik nonverbal pun setiap hari ditonton masyarakat,
misalnya pembakaran bendera suatu negara, penginjak-injakan gambar tokoh,
penempelan gambar tokoh pada pantat kerbau, dan sebagainya.
Kejadian di atas, eufemisme perlu dipakai untuk menggantikan ungkapan
yang dianggap lebih kasar dan dapat merugikan atau tidak menyenangkan. Dalam
gejala pemakaian eufemisme bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila
dibandingkan dengan bentuk tergantikan. Hanya saja eufemisme sebaiknya
dipakai secara wajar tidak berlebihan.
Dalam tindak tutur di masyarakat Indonesia hubungan sosial antara
penutur dan petutur dalam hal status dan kekeluargaan mempengaruhi bentuk
kesantunan yang ada. Namun dengan masuknya budaya asing di Indonesia
menyebabkan gradasi kesantunan pun berubah sesuai tatanan yang dianutnya.
Dengan adanya perkembangan teknologi sekarang ini, budaya bertelepon
genggam telah mengubah tata cara berkomunikasi. Seseorang sering mengangkat
telepon atau SMS pada waktu menjadi moderator, mengikuti rapat atau acaraacara resmi lainnya. Pada waktu menerima informasi melalui SMS, orang-orang
sering tidak mau membalasnya, padahal balasan tersebut cukup penting agar
pengirim dapat mengetahui bahwa SMS telah diterima. Ada juga pengirim SMS
menuliskan “mohon dibalas” atau “balas ya”. Kata-kata ini tentunya tidak perlu
ditulis karena penerima akan menganggap pengirim memerintahnya.
Sumber :
https://media.neliti.com/media/publications/75404-ID-kesantunan-berbahasa-di-lingkungan-kelua.pdf
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa/article/view/909
Penulis :
Hana Muyesca - 201011200288
Komentar
Posting Komentar